Metode Pengukuran Baru dalam Menentukan Radius Proton Melalui Hamburan Elektron

Abstrak: Menggunakan metode baru pertama dalam setengah abad untuk mengukur ukuran proton melalui hamburan elektron, kolaborasi dengan PRad telah menghasilkan nilai baru untuk jari-jari proton dalam percobaan yang dilakukan di Department of Energy's Thomas Jefferson National Accelerator Facility. Fisikawan mengalami peningkatan dalam upaya memecahkan teka-teki jari-jari proton dengan pengukuran baru yang unik dari jari-jari muatan proton
Hasil pengukuran jari-jari proton baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal Nature dimana pengukuran tersebut dilakukan melalui percobaan hamburan elektron. Nilai jari-jari proton baru yang diperoleh tersebut adalah 0,831 fm, yang lebih kecil dari nilai hamburan elektron sebelumnya yaitu 0,88 fm dan sesuai dengan hasil spektroskopi muonic atom terbaru.

"Kami senang bahwa kerja keras kolaborasi kami akan berakhir dengan hasil yang baik yang akan membantu secara kritis menuju solusi apa yang disebut puzzle radius proton," kata Ashot Gasparian, seorang profesor di North Carolina A&T State University dan juru bicara eksperimen.

Baca juga berita: Bagaimana Mikroba Memanen Elektron? - Penemuan Proses Baru

Semua material yang terlihat di alam semesta dibangun di atas tiga "awan" quark yang diikat bersama dengan gaya dan energi yang kuat. Proton ada di mana-mana yang berada di inti setiap atom yang tersebar di dalam material, telah menjadi subyek berbagai penelitian dan eksperimen yang bertujuan untuk mengungkapkan rahasianya. Namun, hasil tak terduga dari percobaan untuk mengukur ukuran "awan" ini, dalam hal radius muatan root-mean-square (RMS)-nya, telah membuat fisikawan atom dan nuklir untuk memeriksa kembali jumlah dasar proton ini.

Sebelum tahun 2010, pengukuran paling tepat dari jari-jari proton berasal dari dua metode eksperimen yang berbeda. Dalam percobaan hamburan elektron, elektron ditembakkan ke proton, dan jari-jari muatan proton ditentukan oleh perubahan jalur elektron setelah dipantulkan, atau menyebar dari proton. Dalam pengukuran spektroskopi atom, transisi antara tingkat energi oleh elektron diamati (dalam bentuk foton yang dilepaskan oleh elektron) ketika mereka mengorbit inti kecil. Nukleus yang biasanya diamati meliputi hidrogen (dengan satu proton) atau deuterium (dengan proton dan neutron). Dua metode berbeda ini menghasilkan radius sekitar 0,88 femtometer.

Pada tahun 2010, fisikawan atom mengumumkan hasil dari metode baru yang dikembangkan sebelumnya. Mereka mengukur transisi antara tingkat energi elektron dalam orbit di sekitar atom hidrogen buatan laboratorium yang menggantikan elektron yang mengorbit partikel muon dan mengorbit lebih dekat ke proton dan lebih sensitif terhadap jari-jari muatan proton. Hasil ini menghasilkan nilai sebesar 4% lebih kecil dari sebelumnya, yaitu sekitar 0,84 femtometer.

Pada tahun 2012, sebuah kolaborasi ilmuwan yang dipimpin oleh Gasparian datang ke Jefferson Lab untuk mengubah metode hamburan elektron dengan harapan menghasilkan metode dan pengukuran yang lebih tepat dalam menentukan jari-jari muatan proton. Eksperimen PRad diberi penjadwalan prioritas sebagai salah satu eksperimen pertama untuk mengambil data dan mengikuti peningkatan Fasilitas Continuous Electron Beam Accelerator, Fasilitas pengguna DOE untuk penelitian fisika nuklir. Eksperimen ini mengambil data hamburan elektron di Jefferson Lab's Experimental Hall B pada tahun 2016.

"Ketika kami memulai percobaan ini, orang-orang kebingunan dan mencari jawaban yang tepat. Tetapi untuk membuat percobaan penghamburan elektron-proton yang lain, banyak yang tidak percaya bahwa kami dapat melakukan sesuatu yang baru," kata Gasparian. "Jika Anda ingin membuat sesuatu yang baru, Anda harus memberikan terobosan beberapa alat baru dan beberapa usulan metode baru. Dan kami melakukan itu, kami melakukan percobaan yang sama sekali berbeda dari eksperimen penghamburan elektron lainnya." lanjut Gasparian

Kolaborasi ini mampu menyatukan tiga teknik baru untuk meningkatkan ketepatan pengukuran baru jari-jari proton. Yang pertama adalah implementasi jenis baru sistem target windowless yang didanai oleh hibah National Science Foundation Major Research Instrumentation dan sebagian besar dikembangkan, dibuat dan dioperasikan oleh Jefferson Lab's Target group.

Sasaran windowless mengalirkan gas hidrogen yang didinginkan langsung ke aliran elektron terakselerasi CEBAF 1.1 dan 2.2 GeV dan memungkinkan elektron yang tersebar untuk bergerak hampir tanpa hambatan ke dalam detektor.

"Ketika kita mengatakan windowless (tanpa jendela) artinya bahwa tabung terbuka ke ruang hampa akselerator yang tampak seperti jendela. Tetapi dalam hamburan elektron, sebuah jendela berupa penutup logam di ujung tabung dilepaskan, "kata Dipangkar Dutta, perwakilan juru bicara eksperimen dan seorang profesor dari Mississippi State University.

"Jadi ini adalah pertama kalinya orang-orang benar-benar menempatkan target aliran gas ke beamline di Jefferson Lab," kata Haiyan Gao, seorang juru bicara dan profesor Henry Newson di Duke University. "Vakumnya sangat baik dan stabil, sehingga kita dapat menghasilkan berkas elektron yang melewati target untuk melakukan percobaan. Pada dasarnya, berkas itu hanya melewati lubang yang langsung menuju ke gas hidrogen dan tak terlihat di jendela apa pun." Lanjut Haiyan Gao.

Perbedaan utama berikutnya adalah penggunaan kalorimeter daripada spektrometer magnetik umum yang digunakan untuk mendeteksi elektron yang tersebar yang dihasilkan dari elektron yang ditembakkan ke proton. Kalorimeter hibrida yang digunakan kembali mengukur energi dan posisi elektron yang tersebar, sementara pengganda elektron gas yang baru dibangun yaitu detektor GEM, juga mendeteksi posisi elektron dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.

Data dari kedua detektor kemudian dibandingkan secara waktu rill, yang memungkinkan fisikawan nuklir untuk mengklasifikasikan setiap peristiwa sebagai hamburan elektron-elektron atau hamburan elektron-proton. Metode baru tersebut mengklasifikasikan peristiwa yang memungkinkan fisikawan nuklir untuk menormalkan data hamburan elektron-proton menjadi data hamburan elektron-elektron dan mengurangi ketidakpastian eksperimental serta meningkatkan presisi.

Optimasi terakhir adalah penempatan detektor ini sangat dekat dalam jarak sudut dari tempat berkas elektron mengenai target hidrogen. Kolaborasi ini mampu menurunkan jarak itu menjadi kurang dari satu derajat.

"Dalam hamburan elektron, untuk mengekstraksi jari-jari, kita harus melihat ke sudut hamburan sekecil mungkin," kata Dutta. "Untuk mendapatkan jari-jari proton, maka kita perlu mengekstrapolasi ke sudut nol, yang tidak bisa dilaakukan dalam eksperimen. Jadi, semakin dekat ke nol yang bisa diperoleh, maka hasilnya akan semakin baik." lanjut Dutta.

"Wilayah yang kami jelajahi berada pada sudut yang sangat kecil dengan transfer empat momentum yang sangat kecil pula yang belum pernah tercapai sebelumnya dalam hamburan elektron-proton," tambah Mahbub Khandaker, seorang juru bicara eksperimen dan profesor di Idaho State University.

Para kolaborator mengatakan hasilnya unik, karena menggunakan teknik baru melalui hamburan elektron untuk menentukan jari-jari muatan proton. Sekarang, mereka berharap untuk membandingkan hasilnya dengan penentuan spektroskopi baru dari jari-jari proton dan pengukuran hamburan elektron dan muon mendatang yang sedang dilakukan di seluruh dunia.

Lebih lanjut, hasil ini juga memberi titik terang baru pada dugaan kekuatan alam baru yang diusulkan ketika puzzle radius proton muncul pertama kali.

"Ketika teka-teki jari-jari proton awal keluar pada 2010, ada harapan di masyarakat bahwa mungkin kita telah menemukan fifth force of nature, bahwa gaya ini bertindak secara berbeda antara elektron dan muon," kata Dutta. "Tapi percobaan PRad tampaknya menutup kemungkinan itu."

Mereka mengatakan langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan dan melakukan investigasi lebih lanjut dengan menggunakan metode eksperimental baru ini untuk mencapai pengukuran presisi yang lebih tinggi, seperti pada jari-jari deuteron, nukleus deuterium.

"Ada peluang yang sangat luas untuk memperbaiki pengukuran kami dengan dua fakotr atau bahkan lebih," kata Gao.



Jurnal Referensi: 
W. Xiong, A. Gasparian, H. Gao, D. Dutta, M. Khandaker, N. Liyanage, E. Pasyuk, C. Peng, X. Bai, L. Ye, K. Gnanvo, C. Gu, M. Levillain, X. Yan, D. W. Higinbotham, M. Meziane, Z. Ye, K. Adhikari, B. Aljawrneh, H. Bhatt, D. Bhetuwal, J. Brock, V. Burkert, C. Carlin, A. Deur, D. Di, J. Dunne, P. Ekanayaka, L. El-Fassi, B. Emmich, L. Gan, O. Glamazdin, M. L. Kabir, A. Karki, C. Keith, S. Kowalski, V. Lagerquist, I. Larin, T. Liu, A. Liyanage, J. Maxwell, D. Meekins, S. J. Nazeer, V. Nelyubin, H. Nguyen, R. Pedroni, C. Perdrisat, J. Pierce, V. Punjabi, M. Shabestari, A. Shahinyan, R. Silwal, S. Stepanyan, A. Subedi, V. V. Tarasov, N. Ton, Y. Zhang, Z. W. Zhao. A small proton charge radius from an electron–proton scattering experiment. Nature, 2019; 575 (7781): 147 DOI: 10.1038/s41586-019-1721-2


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama