Teori Singkat Hukum Ohm dan Hambatan Jenis Kawat Mudah Dipahami

Teori Singkat Hukum Ohm dan Hambatan Jenis Kawat Mudah Dipahami

Bayangkan sebuah konduktor dengan penampang silang A yang membawa arus I. Rapat arus J dalam sebuah konduktor didefinisikan sebagai arus per satuan luas. Oleh karena arusnya I = nqvd A, maka rapat arusnya adalah

        (1)

di mana J memiliki satuan A/m^2 dalam SI. Pernyataan ini berlaku hanya jika rapat arus adalah homogen dan hanya jika permukaan luas penampang silang A vertikal terhadap arah arusnya. Secara umum, rapat arus adalah suatu besaran vektor:

       (2)

Dari persamaan ini, kita lihat bahwa rapat arus arahnya sama dengan arah gerak pembawa muatan listrik positif dan berlawanan dengan arah gerak pembawa muatan listrik negatif.

Rapat arus J dan medan listrik E terbentuk dalam sebuah konduktor ketika terdapat suatu beda potensial yang melintasi konduktor tersebut. Pada beberapa bahan, rapat arus sebanding dengan metode medan listrik:

J = σ E (3)

di mana konstanta kesebandingan σ disebut konduktivitas konduktor. Bahan-bahan yang memenuhi persamaan (3) dikatakan mengikuti hukum Ohm, berdasarkan nama Georg Simon Ohm (1789—1854). Secara lebih spesifik, hukum Ohm menyatakan bahwa: Untuk sebagian besar bahan (termasuk hampir semua logam), rasio rapat arus terhadap medan listrik adalh suatu konstanta σ yang independen terhadap medan listrik yang menghasilkan arusnya (Serway: 2010).

Kita dapat memperoleh persamaan yang dapat digunakan dalam penerapan praktis dengan membayakngkan sebuah potongan kawat yang memiliki luas penampang silang A dan panjang l yang homogen. Beda potensial ΔV = Vb – Va terdapat di sepanjang kawat menghasilkan suatu medan listrik dan arus alam kawat tersebut. Jika medan tersebut diasumsikan homogen, maka beda potensial berhubungan dengan medan melalui persamaan

∆V = El                        (4)

Oleh karena itu, kita dapat menyatakan besarnya rapat arus dalam kawat tersebut sebagai                    
       (5)

Oleh karena J = I/A, maka kita dapat menuliskan beda potensialnya sebagai

       (6)

Besar R = l/σA disebut hambatan dari konduktor. Kita dapat mendefinisikan hambatan sebagai perbandingan beda potensial di dalam konduktor dengan arus dalam konduktor tersebut:

R ≡  ∆V/I (7)

Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas (hambatan jenis) ρ:

ρ =  1/σ (8)

di mana ρ memiliki satuan ohm-meter (Ωm) (Serway: 2010). Sementara itu, pada kasus yang lebih sederhana, jika pada satu kawat diberi beda potensial (V) pada ujung-ujungnya dan diukur kuat arus listrik (I) yang melewati kawat, maka berdasarkan Hukum Ohm, nilai pengukuran yang diperoleh akan memenuhi persamaan: 

V = I . R (9)

dengan R adalah hambatan kawat. Jika beda potensial diperbesar, maka penunjukan kuat arus listrik juga akan semakin besar sebanding dengan kenaikan beda potensial. Kawat dengan panjang L dan luas penampang A, akan memiliki hambatan R sebesar

        (10)


di mana ρ adalah hambatan jenis kawat. Dalam percobaan ini akan diselidiki hubungan antara beda potensial dan kuat arus listrik pada beragai jenis kawat yang memiliki panjang, luas penampang, dan jenis kawat yang berbeda. Grafik hubungan antara beda potensial dan kuat arus listrik digunakan untuk menentukan besar nilai R dan hambatan jenis kawat (Herman & Asisten LFD: 2016).

Pengukuran hambatan dengan menggunakan ammeter dan voltmeter, rangkaian seri terdiri dari hambatan yang akan diukur, sebuah ammeter, dan digunakan sebuah baterai. Arusnya diukur oleh ammeter (hambatan rendah). Beda potensial diukur dengan menghubungkan terminal-terminal sebuah voltmeter (hambatan tinggi) dengan hambatannya, yaitu, secara paralel dengannya. Hambatannya dihitung dengan membagi pembacaan voltmeter dengan pembacaan ammeter menurut Hukum Ohm, R = V / I (Frederick, 2006).

Demikian artikel tentang Teori Singkat Hukum Ohm dan Hambatan Jenis Kawat, semoga bermanfaat bagi pembaca baik itu kalangan akademisi yang menggeluti bidang ilmu fisika ataupun kalangan masyarakat umum untuk menambah wawasan akan bidang ilmu lain.

Sumber Pustaka

Bueche J Frederick. 2006. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.  

Herman & Asisten LFD. 2015. Penuntun Fisika Dasar 2. Laboratorium Fisika Unit Praktikum Fisika Dasar: Makassar.

Serway, Raymond A. dan John W. Jewett. 2010. Fisika—untuk Sains dan Teknik Buku 2 Edisi 6. Jakarta: Salemba Teknika.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama